Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang diagendakan berlangsung hari ini (7/1). Ada dua alasan disampaikan melalui pengacaranya, Bonaran Situmeang, sebagai alasan mangkir dari panggilan.
Menurut Bonaran, alasan pertama, kliennya belum menerima panggilan KPK.
Alasan kedua, mengacu kepada arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta kasus yang menimpa dua pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, diselesaikan di luar pengadilan. Sebagai dalih, kasus ini satu paket dengan kasus Bibit dan Chandra, sehingga Anggodo juga berhak mendapat perlakuan yang adil di mata hukum.
Alasan kedua, mengacu kepada arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta kasus yang menimpa dua pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, diselesaikan di luar pengadilan. Sebagai dalih, kasus ini satu paket dengan kasus Bibit dan Chandra, sehingga Anggodo juga berhak mendapat perlakuan yang adil di mata hukum.
"Kasus ini harusnya diselesaikan di luar pengadilan sesuai anjuran presiden. Arahan presiden sudah jelas. Alasan lain, kami juga belum menerima surat panggilan. Sesuai hukum panggilan harus disampaikan tiga hari sebelumnya, ini kan nggak ada," sebut Bonaran saat dihubungi wartawan, Kamis (7/1).
Saat ditanya mengapa pada pemanggilan pertama tanggal 31 desember 2009, Anggodo tidak juga datang ke KPK, Bonaran secara sigap membantah, bila kliennya dituding mangkir. Sebab, pihak Anggodo sudah memberikan jawaban kepada KPK.
Keinginan Bonaran agar kliennya juga mendapat Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) seperti Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, ditanggapi staf khusus Bidang Hukum, Deny Indrayana.
Deny menyatakan, SKPP hanya berlaku untuk kasus Bibit-Chandra. Kasus hukum lain, termasuk Anggodo, tak bisa disamakan dengan Bibit-Chandra. Preferensi yang dianjurkan oleh Presiden tak terkait dengan kasus hukum lain Soal kelanjutan kasus Anggodo, sangat tergantung dengan alat bukti yang dimiliki KPK.
"Kalau ada bukti, KPK sebagai penegak hukum yang menangani kasus Anggodo, pasti dapat mengambil langkah tegas sesuai dengan aturan hukum dan rasa keadilan masyarakat, sehingga hukum di Indonesia adil dan bersih dari praktik mafia hukum," kata Deny.
Koordinator Hukum dan Pemantauan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Illian Deta Artha Sari, mengecam keras sikap Anggodo. KPK jelas diabaikan. Padahal perbuatan Anggodo melakukan berbicara kepada oknum di kepolisian dan kejaksaan agung sudah menunjukkan pelecehan terhadap hukum.
ICW mendesak KPK melakukan upaya pemanggilan paksa. Sebab, kasus Anggodo, ini bakal membuka mata rantai mafia peradilan.
Apalagi rekomendasi Tim Delapan, jelas dan terang-benderang menyebutkan, bahwa ada praktik makelar kasus dan ini harus diberantas. Kredibilitas pemerintah atau aparat penegak hukum dinilai dari serius atau tidak memberantas mafia hukum. Ini semua dimulai dari kasus Anggodo, karena itu sama dengan fenomena gunung es yang harus segera diberantas.(*) Foto Anggodo
Posting Komentar
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi SUARAPUBLIC. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan