SUARAPUBLIC – Rapat Pansus Hak Angkat Bank Century disertai bahasa kasar dan provokatif, menimbulkan imej negatif. Kata 'bangsat' yang diucapkan Ruhut Sitompul kepada pimpinan sidang Gayus Lumbuun, dinilai para pengamat sebagai tindakan kekerasan bahasa yang melanggar etika politik dan kesopanan.
Ahli filsafat politik Komarudin Hidayat menilai, kejadian tersebut sebagai bukti politisi Indonesia berpolitik tanpa visi dan komitmen kebangsaan. Politisi di DPR lebih mementingkan keuntungan sesaat. "Ini tanda politisi Indonesia tak punya tata krama dan kepekaan," sebut Komarudin di Jakarta, Kamis (7/1).
Pengamat politik dari Reform Institute, Yudi Latif menilai, ulah anggota Fraksi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul menodai lembaga DPR. Penghinaan Ruhut melalui kata-kata tak sopan kepada anggota Fraksi PDIP, Gayus Lumbuun, saat rapat Pansus Hak Angket Bank Century sama dengan menghina institusi negara. Yudi pun mengusulkan keanggotaan Ruhut di Pansus Century segera dicabut.
Sedangkan pakar politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit mengatakan, makian terhadap seseorang, apa pun bentuknya masuk dalam kategori kekerasan verbal yang dapat memengaruhi aspek psikologis seseorang, jika dilihat dari segi etika politik. .
Arbi menyatakan, Badan Kehormatan (BK) DPR harus mengatur kode etik, sekaligus upaya pengawasan, agar para anggota legislatif untuk mematuhinya. Tapi, itu saja belum cukup. Secara internal, parpol mesti pro aktif mengelola para kadernya supaya senantiasa santun dan sopan dalam berpolitik.
Secara terpisah, pengamat politik Bachtiar Effendy mengatakan, ucapan kotor seperti itu hal yang biasa sebagai manusia. Tapi hal itu terjadi di forum resmi DPR yang terhormat. Kata-kata kotor itu sesuatu yang tak bisa diterima. Mesti dibedakan, di mana seorang boleh mengeluarkan kata-kata seperti itu dan dimana tidak boleh.
Lain lagi Ketua Mahkamah Konstitus Mahfud MD. Dia menilai umpatan 'bangsat'oleh anggota Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul cuma pelanggaran etika saja. Bukan tergolong masalah hukum. Kalau pelanggaran hukum dibawa ke pengadilan, namun kalau pelanggaran kode etik cukup diproses Badan Kehormatan DPR.(*)
Posting Komentar
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi SUARAPUBLIC. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan