SUARAPUBLIC - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh meminta Pemerintah Aceh segera menghentikan hukuman cambuk yang masih berlangsung di Aceh. Hal itu disampaikan Koordinator KontraS Aceh, Hendra Fadli, di Banda Aceh, Senin (1/2).
Menurut Hendra, Pemerintah Aceh perlu mempertimbangkan secara sungguh-sungguh instrumen hak asasi manusia tentang larangan penyiksaan termasuk larangan penerapan hukuman pidana fisik yang kejam. Penerapan hukuman cambuk di Aceh dapat digolongkan sebagai pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis.
Hendra mengatakan, Indonesia merupakan pihak masuk dalam Konvensi hak-hak sipil dan politik Internasional yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005. Kemudian juga konvensi menentang segala bentuk penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam kepada manusia dan merendahkan martabat manusia yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.
Guna enghindari konsekwensi tersebut, KontraS Aceh meminta kepada Pemerintah Aceh agar segera mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan segala praktek pemidanaan fisik berupa cambuk dan sejenisnya. Sekaligus juga merevisi ketentuan pemidanaan dalam hukum syariah ke bentuk lain yang tidak bertentangan dengan instrumen hak asasi manusia dan diterima oleh komunitas internasional. Hal itu mutlak harus dilakukan, mengingat wilayah Aceh merupakan bagian integral dari Republik Indonesia.
Lebih jelasnya dalam Komentar Umum Komite HAM No 20/1992, dinyatakan bahwa ketentuan Pasal 7 Kovenan Sipol harus diperluas mencakup hukuman pidana yang kejam, termasuk hukuman rajam, hukuman cambuk dan pukulan kayu kepada anak-anak dan sebagainya.
Ketua Komnas HAM Indonesia Ifdal Kasim pernah menyatakan, Qanun yang mengatur soal hukum cambuk dan rajam itu dinilai melanggar HAM. Pernyataan Ketua Komnas HAM merupakan salah satu pandangan yang mesti dicermati oleh pengambil kebijakan di Aceh.
Mengingat Komnas HAM berdasarkan UU No 39 1999 merupakan lembaga yang memiliki mandat untuk melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan perundang-undangan berkaitan dengan hak asasi manusia (Pasal 88 (1) huruf b).
Kasus hukuman cambuk terakhir kali di Aceh dilaksanakan pada Jumat pekan lalu, di Jantho, Aceh Besar. Saat itu, empat orang yang ditangkap karena bermain judi, divonis hukuman cambuk. Tetapi ketika proses hukuman dilakukan, tiga orang di antaranya melarikan diri dari tahanan jaksa. Hanya satu orang yang kemudian dicambuk dengan disaksikan ratusan warga.
Tapi di pihak lain, seorang oknum pejabat dan petugas polisi syariat atau WH sendiri terkesan tak tersentuh hukuman rajam ini. Padahal jelas-jelas petugas WH seperti di Banda Aceh dan Langsa telah melakukan tindakan keji berupa perkosaan terhadap wanita yang terjaring dalam operasi WH. "Kalau hukum cambuk ini hanya berlaku bagi masyarakat kecil, lebih baik hapus saja, karena rajam ini sangat diskriminasi," ujar Syamsul, warga Banda Aceh.(*)
DISTRIBUTOR ARMOURA OBAT KECANTIKAN DAN DIET MENCERAHKAN KULIT COLLAGEN DAN
PLUM ORIGINAL ORIGINAL RESMI
-
Agen resmi armoura ramuan pelangsing badan mencegah penuaan dini collagen
dan plum original. Armoura minuman pelangsing dan kecantikan dan pemutih
wajah ...
Posting Komentar
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi SUARAPUBLIC. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan