Salah satunya poin tuntutan pejuang reformasi yakni agar partai politik
bentukan Orde Baru menanggalkan semua fasilitas atau aset negara yang untuk mendapatkannya diduga dilakukan secara ilegal.
Sebagaimana diungkapkan Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) DKI Jakarta Eki Sulistiyo, sampai dengan 2010 hampir puluhan triliun aset negara masih dinikmati secara ilegal oleh PPP, Golkar dan PDIP.
"Ini sangat tidak adil bagi masyarakat. Mereka hidup susah. Bahkan kadang mereka harus mempertaruhkan nyawa hanya demi sesuap nasi," kata Eki, kepada pers di Jakarta, kemaren.
Diakui Eki, sejumlah elemen masyarakat saat ini sedang dikalkulasikan jumlah aset negara yang masih dikuasi PPP, Golkar dan PDIP, terutama fasilitas kantor baik di pusat maupun perwakilan di daerah.
Elemen yang bergerak di antaranya Tim Multipartai untuk Pengembalian Aset Negara, Forum Persatuan Nasional, partai partai non parlemen pengusung SBY-Budiono, sejumlah LSM dan perguruan Tinggi.
Begitu sudah memperoleh hasil, tim itu nantinya akan menggugat tiga parpol itu agar aset negara yang mereka kuasa bisa diselamatkan untuk kembali digunakan buat kepetingan umum masyarkat.
Saat ini gabungan sejumlah elemen masyarakat tersebut terus melakukan konsolidasi menggugat ketidak adilan terhadap masih dikuasainya aset negara secara ilegal oleh tiga Parpol itu.
Rencananya mereka akan menggelar pertemuan pada minggu (17/1) di salah satu hotel di Jakarta. "Ini boleh dikategorikan tindakan melawan hukum karena tiga parpol itu bukan badan hukum yang diperbolehkan memiliki hak atas tanah menurut undang-undang.
Selain itu, ketiga partai tersebut juga bukan merupakan badan keagamaan, perkumpulan koperasi atau badan-badan yang bergerak dibidang sosial dan kemanusiaan.
"Seharusnya ketiga partai tersebut segera mengembalikan aset kepada negara dan bukan malah menikmatinya. Apalagi mereka sudah berganti nama partai," tegas Eki.
Pemberian aset negara kepada ketiga partai tersebut menurut Eki telah mencederai asas perlakuan yang adil dari negara sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf a UU No.2 tahun 2008 tentang Parpol.
Bahkan Eki dan kawan-kawan beranggapan, pemberian aset negara kepada ketiga parpol tersebut telah mencederai prinsip-prinsip "Good Governance", khususnya prinsip kepastian hukum, keseimbangan, bertindak cermat, keadilan atau kewajaran dan penyelenggaraan kepentingan umum.
Eki yakin, kali ini gugatan mereka akan membuahkan hasil. Mereka percaya terhadap kinerja Mahkamah Konstistusi (MK) yang belakangan dinilai telah menunjukkan keberpihakan dan integritasnya terhadap kebenaran dan keadilan.
Pernyataan tersebut diungkapkan Eki, kerena pengalaman telah lewat, gugatan serupa mereka tak sampai diproses karena keburu dimentahkan Pengadilan Tinggi Jakarta. "Jadi gugatan kami ke MK," ulangnya.
Sekadar diketahui, tiga parpol tersebut, terutama Partai Golkar, tak diragukan lagi ilmu tipu politiknya. Masih segar dalam ingatan, jika gerakan reformasi, selain ingin menurunkan Soeharto dari kursi Presiden, salah satunya menuntut agar partai Golkar dibubarkan.
Golkar sama sekali tak bereaksi padahal pengurus pusat saat itu masih dipegang orang berduit dan berpengaruh di Jakarta. Boleh diistilahkan 'diam-diam menghayutkan' teknik politik Golkar.
Buktinya sekarang justru Golkar mampu mempertahankan repotasi sebagai partai tiga besar. Bahkan ditengah olokan dan gunjingan, Golkar justru mampu menjadi pemenang Pemilu Legislatif.
Salah satu keberhasilan Golkar merebut kembali hati masyarakat, karena pengurusnya pandai, baik ditingkat pusat maupun ditingkat kabupaten, mendompleng istilah reformasi, meski munculnya gerakan reformasi, karena lebih separoh rakyat benci Golkar.
Posting Komentar
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi SUARAPUBLIC. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan