Stabilitas Negara Goyang

SURPIC - Roda pemerintahaan dibawah kendali SBY periode kedua ini tampaknya tak semulus sebelumnya. Berbagai masalah muncul hingga stabilitas negara bergoyang. Padahal masa pemerintahaan SBY -Boedino bersama Kabinet Pembangunan II belum genap 100 hari.

Paling menyedot perhatian public sekaligus membuat SBY terkesan panik adalah mencuatnya kasus Skandal Bank Centruy. Kemudian ketika kasus masih dalam proses penyelesaian, muncul lagi masalah baru yang membuat panik masyarakat. Dimana hampir semua bank di Indonesia kebobolan.

Kasus ini bahkan telah membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hampir terus merosot hampir 1% dalam sepekan ini. Penurunan IHSG mengikuti bursa regional yang juga merosot merespons negatif rencana Cina membatasi pengucuran kreditnya. Selain itu kemerosotan saham bank memberi kontribusi besar bagi anjloknya IHSG.



Sentimen negatif kembali menaungi pergerakan IHSG akhir pekan ini. IHSG diprediksi kembali menghadapi tekanan akibat sentimen negatif anjloknya bursa-bursa utama dunia.

Tak stabilnya perekonomian Indonesia di ikuti memanasnya kondisi perpolitikan tanah air. Reaksi masa melalui ancaman demo besar-besaran terus muncul.  Di antaranya rencana gerakan Petisi 28 yang akan menggerahkan massa untuk mengepung Istana Negara, 28 Januari 2010 nanti, atau bertepatan dengan peringatan 100 Hari Kinerja Kabinet SBY-Boediono.

Seorang anggota Petisi 28, Masinton Pasaribu mengungkapkan, sudah 6.000 orang dari berbagai elemen yang akan ikut dalam aksi demontrasi nanti yang akan mengusung tema, kegagalan pemerintahan SBY-Boediono. Mereka sudah melakukan pertemuan dan menghasilkan rencana aksi.

Kelompok ini menganggap bahwa persoalan bangsa saat ini sudah sangat kritis, pemerintah dinilai telah merugikan rakyat petani dan buruh Kebijakan pemerintah dinilai melenceng jauh dari Proklamasi 1945, Pancasila, dan UUD 1945.

Sebagai penanggung jawab roda pemerintahan, SBY pun tak mau kalah suara. Kamis lalu, untuk pertama kalinya Presiden melakukan 'koordinasi' dengan semua lembaga tinggi negara. Banyak pihak menilai pertemuan itu dikandung maksud untuk mencegah kemungkina ada upaya menggoyang lebih keras terhadap kedudukan Presiden, dalam bentuk impeachment atau pemazulan..

Presiden mengumpulkan semua petinggi lembaga negara di Istana Bogor, kemarin. Pertemuan itu dinilai guna mengamankan posisi SBY dari kerikil tajam, terutama terkait kasus Century yang berlarut-larut. Pertemuan antar-pimpinan lembaga tinggi negara ini pun mengudang banyak reaksi dari pengamat.

"Ini cara khas Indonesia, mengedepankan musyawarah mufakat," kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta. Siti menganggap, musyawarah antarlembaga negara itu digelar SBY untuk menjamin stabilitas pemerintahannya. Sekalipun prediksi tujuan itu benar, Siti menilai itu tidak masalah.

"Asal dalam konteks demokrasi, bukan stabilitas membabi-buta seperti era Orde Baru. Karena cara musyawarah mufakat semacam itu memang merupakan budaya politik lokal. Ini sangat Indonesia sekali," kata wanita yang menyelesaikan program doktornya di Jurusan Ilmu Politik, Curtin University Perth, Western Australia.

Diingatkannya, cara apapun yang ditempuh SBY hendaknya tidak sampai melupakan check and balances antar-lembaga secara profesional. Siti juga membenarkan bahwa dalam sistem presidensial, antarlembaga negara tidak dapat saling menjatuhkan. Inilah yang terpenting substansi pertemuan itu.

Kesiapan Presiden untuk menghadapi gejola itu semakin tegas, saat dilangsungkan peringatan HUT prajurit Paspampres di Markas Besar Paspampres, Jakarta, Jumat (22/1) pagi. Presiden mengatakan tugas Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) ke depan semakin berat.

Soalnya, ancaman terorisme baik di dalam negeri maupun di luar negeri kian meningkat. Untuk itu tugas dan peralatan yang dibutuhkan oleh Paspampres harus lebih canggih ketimbang teroris. Presiden mengatakan tidak mau terhambat atau terganggu dalam menjalankan tugasnya. Baik siang maupun malam, di seluruh wilayah Indonesia.