JAKARTA- Kasus pengucuran dana Rp6,7 triliun kepada Bank Century tahun lalu kian bergulir hingga ke ranah politik. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku telah bersiap diri, bila nantinya kasus Century berujung pada ranah politik.
Sikap ini sejalan dengan sikap Presiden SBY. "Dari sisi pemerintah, saya ikut sama seperti Presiden yang sudah menyampaikan. Kita menyiapkan secara baik kalau dibawa ke ranah politik, (tentunya) yang masih dibahas sisi akuntabilitas policy," ujar Senin.
Beberapa pejabat tinggi negara seperti Menkeu Sri Mulyani dan Wakil Presiden RI Boediono (yang dulu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia), disebut-sebut sebagai pihak yang akan terseret bila kasus tersebut dikupas tuntas.
Maklum saja, kedua tokoh tersebut termasuk dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang kala itu memberi persetujuan akan pengucuran dana Rp6,7 triliun kepada Century, yang dinilai bank gagal berdampak sistemik.
Namun demikian, Ani menyeret pernyataan para ekonom yang saat itu menjelaskan bahwa krisis ekonomi sudah berada di depan mata. "Dan lihat saja beberapa pengamat ekonomi yang sangat critical kepada pemerintah, statement mereka waktu itu apa. Mereka kan menyebutkan bahwa krisis itu di depan mata.
Ia pun juga menyatakan bahwa kebijakan yang diambil kala itu telah sesuai dengan keadaan yang ada. "Jadi situasinya krisis, ada policy yang dilakukan. Policy itu ada konsekuensinya ada biayanya. Biayanya dipertanggungjawabkan.
Keseleruhan episode itu saja yang dilihat. Kemudian siapa melakukan apa, landasan hukumnya apa," paparnya.
Sementara dari hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memperlihatkan adanya tindak perdana perbankan, Ani menyatakan, hal tersebut dipastikan akan ditangani secara terpisah karena telah masuk ke ranah hukum.
"Saya rasa dari spirit kalau memang mau membuat semuanya jelas selama kita semua obyektif melihat situasi yang ada," ujarnya yang terlihat lebih santai dibandingkan pekan lalu.
Posting Komentar
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi SUARAPUBLIC. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan